Kontak Perkasa - Sekitar 50% penduduk dunia disebut belum memiliki akses ke jaminan sosial. Sedangkan untuk pekerja migran hanya sekitar 20% yang sudah memiliki jaminan sosial.
Ini terjadi karena berbagai faktor, seperti akses atas jaminan sosial itu sendiri. Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Agus Susanto menjelaskan untuk mempermudah akses jaminan sosial, institusi jaminan sosial harus melakukan transformasi digital untuk penguatan operasional dan peningkatan layanan kepada masyarakat. Saat ini penyelenggara jaminan sosial di Indonesia, BPJS Ketenagakerjaan sedang gencar bertransformasi teknologi berbasis digital pada sistes Teknologi Informai (TI). Ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dengan memperbarui kanal e-service layanan. "Tujuan peningkatan sistem TI ini adalah agar peserta dan stakeholders dapat melakukan layanan secara mandiri (self service) untuk berbagai fungsi, mulai dari melihat informasi, pendaftaran peserta baru, mencetak kartu, mengecek saldo, melakukan pembayaran, melakukan pengaduan, mengajukan klaim, bahkan mendaftar antrian," tutur Agus dalam keterangan tertulis, Senin (23/4/2018). Baca juga : Ini Investasi yang menarik di Tahun Politik Transformasi yang sudah dilakukan oleh BPJS Ketenagakerjaan antara lain penyederhanaan dan otomasi proses bisnis sistem Aplikasi perluasan kepesertaan melalui keagenan Perisai (Penggerak Jaminan Sosial Indonesia) dan Aplikasi pendaftaran Pekerja Migran Indonesia (PMI), yang seluruhnya diproses oleh sistem secara otomasi tanpa membutuhkan dokumen dalam bentuk kertas (paperless). Kedua aplikasi tersebut dapat digunkan hanya dengan menggunakan smartphone. "Ke depannya kami akan memiliki dua cara pelayanan dengan ragam dan standar layanan yang sama, yaitu pertama dengan cara pelayanan secara fisik sebagaimana yang dilakukan di cabang kami seperti yang berjalan selama ini, dan kedua dengan pelayanan secara digital melalui kanal website dan aplikasi smartphone, yang seluruhnya ditangani secara otomasi, layanan 24jam, paperless dan officeless," ujar Agus. Dalam bertransformasi TI dibutuhkan waktu dan komunikasi terhadap pihak-pihak terkait. Hal ini untuk membicarakan visi dan tujuan yang akan dicapai. Mulai dari karyawan top manajemen hingga level grass root. Faktor penting lainnya adalah keterlibatan pemimpin untuk mengawal komitmen perubahan. Pemimpin harus mampu menggunakan teknologi secara efektif serta memahami arah proses transformasi teknologi itu sendiri. Tujuannya adalah agar solusi layanan yang ditawarkan merupakan solusi yang dibutuhkan saat ini dan juga di masa yang akan datang. Spirit ini tentunya harus dibarengi dengan cara berpikir digital dan perspektif digital Agus juga menjelaskan bahwa transformasi teknologi digital yang sedang dilakukan BPJS Ketenagakerjaan adalah sebagai tindak lanjut atas reformasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia tahun 2014. Selain itu, transformasi digital juga perlu dilakukan untuk efisiensi biaya dan peningkatan efektifitas pekerjaan. "Apalagi dengan kondisi geografis Indonesia yang sangat luas serta struktur demografi yang beragam, pemanfaatan teknologi digital sangat penting untuk bisa menjangkau remote area sehingga seluruh pekerja bisa dengan mudah mendapatkan akses jaminan sosial," ujar Agus. Dalam acara International Social Security Association (ISSA), yaitu Seminar Internasional terkait Information and Communication Technology (ICT) dalam bidang jaminan sosial, di Cassablanca, Maroko, tanggal 18-21 April 2018 Baca juga : KPF: Bisnis Investasi Masih Menarik pada 2018 Sekretaris Jenderal ISSA, Hans Horst Konkolewsky memaparkan, bahwa berbagai aspek tatanan kehidupan termasuk perilaku sosial masyarakat sedang berubah sebagai dampak disrupsi teknologi digital. Kemudian diperkirakan, pada masa mendatang, 45% pekerjaan akan dilakukan secara otomasi. Seiring dengan itu, tantangan lain adalah dalam hal administrasi jaminan sosial yang harus mampu menyamai ekspektasi publik. Comments are closed.
|
About Us
Archives
February 2022
|